PabrikMinyak Kelapa Sawit merupakan industri yang sarat dengan residu pengolahan. PMKS hanya menghasilkan 25-30% produk utama berupa 20-23% CPO dan 5-7% inti sawit kernel.Sementara sisanya sebanyak 70-75% adalah residu hasil pengolahan berupa limbah.Berdasarkan mutu limbah tersebut, setiap PKS wajib mengelola limbah cair tersebut.
Perhitungan besarnya beban pencemaran yang masuk ke lingkungan tergantung pada kegiatan yang ada disekitar lingkungan tersebut. Untuk daerah pemukiman beban pencemaran biasanya diperhitungkan melalui kepadatan penduduk dan rata-rata perorang membuang limbah. Limbah cair yang dihasilkan dari kegiatan industri sangat bervariasi tergantung dari jenis dan ukuran industri, pengawasan pada proses industri, derajat penggunaan air, dan derajat pengolahan air limbah yang ada. Selain limbah cair, limbah padat sampah juga merupakan beban pencemaran yang dapat masuk ke lingkungan baik secara langsung maupun tak langsung. Secara konvensional pengolahan limbah cair pabrik kelapa sawit LCPKS dilakukan dengan sistem kolam yang terdiri dari kolam anaerobik dan aerobik dengan total waktu retensi sekitar 90-120 hari Wulfert et al., 2000. Keuntungan dari cara ini antara lain adalah • Sederhana • Biaya investasi untuk peralatan rendah • Kebutuhan energi rendah Akan tetapi bila ditelaah lebih lanjut, sistem kolam mempunyai beberapa kerugian antara lain • Kebutuhan areal untuk kolam cukup luas, yaitu sekitar 5 ha untuk pabrik kelapa sawit PKS dengan kapasitas 30 ton/jam. • Perlu biaya pemeliharaan untuk pembuangan dan penanganan Lumpur dari kolam. Untuk PKS yang menggunakan separator 2 fase, praktis semua lumpur sludge yang berasal dari buah mengalir ke kolam. Padatan tersuspensi dari Lumpur ini tidak akan/sedikit didegradasi sehingga konsentrasinya akan semakin meningkat dan akan mengendap di dasar kolam akan semakin menurun sehingga waktu retensi limbah akan turun dan kapasitas perombakkan kolam juga turun. Disamping itu pembuangan lumpur juga tidak dapat dilakukan pada semua bagian kolam karena luas dan dalamnya kolam. • Hilangnya nutrisi Semua nutrisi yang berasal dari limbah N, P, K, Mg, Ca akan hilang pada waktu limbah dibuang ke sungai. • Emisi gas metana ke udara bebas Hampir semua bahan organik terlarut dan sebagian bahan organik tersuspensi didegradasi secara anaerobik menjadi gas metana dan karbondioksida. Emisi gas metana ke udara bebas dapat menyebabkan efek rumah kaca yang besarnya 20 kali lipat lebih tinggi dibandingkan dengan karbon dioksida. Jumlah gas metan yang diproduksi kolam limbah anaerobik sekitar 10 m3 setiap ton TBS diolah. Dengan memperhatikan kerugian pada penggunaan sistem kolam, maka perlu dikembangkan konsep alternatif pengolahan LCPKS secara terpadu. Konsep Alternatif Pengolahan LCPKS Pada tahap pertama, lumpur/padatan tersupsensi dipisahkan dengan dekanter atau dissolved air floatation dengan tujuan • Mengurangi kandungan COD, BOD, nitrogen dan pasir • Mengurangi masalah pada proses pengolahan berikutnya seperti foaming, sedimentasi dan penyumbatan pipa outlet reaktor karena adanya lumpur. Setelah lumpur dipisahkan, limbah cair yang kandungan utamanya adalah padatan terlarut di pompakan ke reaktor anaerobik unggun tetap/fixed bed, up flow anaerobic sludge blanket atau lainnya, dimana akan terjadi • Perombakan bahan organik menjadi biogas • Proses perombakan terjadi dalam waktu yang singkat dengan kinerja yang tinggi • Biogas yang dihasilkan dapat ditampung dan disimpan LCPKS yang telah didegradasi secara anaerobik dapat digunakan sebagai air irigasi aplikasi lahan/land application untuk • memanfaatkan nutrisi dalam limbah • menghemat areal untuk kolam • meminimalisasi pencemaran dan konsumsi energi Apabila aplikasi lahan tidak dapat dilakukan, limbah dapat diolah lebih lanjut secara aerobik kolam aerobik atau activated sludge system sampai memenuhi baku mutu lingkungan sebelum dibuang ke sungai. Apabila energi menjadi faktor yang penting, fraksi lumpur dapat diolah secara anaerobik dalam reaktor anaerobik berpengaduk untuk produksi biogas. Lumpur yang sudah diolah dapat digunakan sebagai pupuk bersama dengan limbah cair untuk memanfaatkan nutrisinya. Lumpur juga dapat dikeringkan dengan drum drier untuk dijadikan pakan ternak. Pemanfaatan lain dari lumpur adalah untuk produksi kompos bersama-sama dengan tandan kosong sawit. Lumpur dicampur dengan TKS yang telah dirajang dan dibiarkan beberapa minggu sampai menjadi kompos. Dengan cara ini akan terjadi penguapan air pada lumpur. Tumpukan kompos ini harus dibalik secara periodik agar proses penguapan maksimal. Pada Gambar 2 terlihat beberapa variasi dan konsep alternatif pengolahan LCPKS. Apabila pabrik menggunakan sistem dekender 3 fase, maka tidak diperlukan proses pemisahan lumpur, tetapi proses pengolahan lumpur dan limbah cair adalah serupa. Proses utama dari konsep ini adalah pengolahan secara anaerobik dan pemisahan lumpur. 16 Gambar 2. Konsep pengolahan limbah terpadu PKS dengan separator 2 fase 39 Pengelolaan limbah cair dan lumpur dengan teknologi sistem kolam Teknologi sistem kolam merupakan penanganan limbah cair pabrik kelapa sawit LCPKS yang dianggap paling mudah dan murah bagi pabrik kelapa sawit karena limbah diolah dengan menggunakan prinsip instalasi penanganan air limbah IPAL yang bersifat end of pipe. Gambar 3 menunjukkan proses penanganan limbah cair kelapa sawit dengan menggunakan teknologi sistem kolam PPKS, 2000. Gambar 3. Teknologi penanganan sistem kolam PPKS, 2000 • Recovery Tank Berfungsi untuk mengurangi kadar minyak dari dalam limbah. • Deoiling Pond Berfungsi untuk menangkap minyak yang masih tersisa di dalam limbah, sehingga hanya tersisa 0,4% - 0,6%. • Cooling Pond Berfungsi untuk menurunkan suhu limbah menjadi 20-40 0C, agar mikroorganisme dapat menguraikan limbah. Cooling Pond dapat digantikan dengan Cooling Tower, yang memiliki fungsi sama namun lebih menghemat lahan. Recovery Tank Deoiling Tank Cooling Pond/Tower Netralization Seedling Pond Primary Anerobic Pond Secondary Anerobic Pond Facultative Pond Aerobic Pond FinalPond Public River 40 • Netralization Pond Berfungsi untuk menaikan pH limbah dari 4 menjadi 7,0 – 7,5, dengan menambahkan kaustik soda NaOH atau kapur tohor CaO. • Seedling Pond Berfungsi untuk mengembangbiakan bakteri. Jika sudah siap akan dialirkan ke kolam anaerobik. • Primary Anaerobic Pond Berfungsi untuk mengubah bahan organik majemuk oleh bakteri menjadi asam-asam organik yang mudah menguap. • Secondary Anaerobic Pond Merupakan kelanjutan dari Primary Anaerobic Pond, yang berfungsi untuk mengubah asam organik mudah menguap terutama asam asetat menjadi gas seperti metan, karbondioksida dan hidrogen sulfida. • Facultative Pond Berfungsi untuk menguraikan limbah oleh bakteri fakultatif yang pada penguraian sebelumnya tidak dapat dilakukan oleh bakteri obligat. Dan sebagai kolam transisi sebelum masuk ke aerobic pond. • Aerobic Pond Berfungsi untuk menguraikan senyawa kompleks menjadi sederhana oleh aktivitas mikroorganisme yang memiliki. Bahan organik disintesis menjadi sel-sel baru, dan hasilnya berupa produk akhir CO2, H2O, dan NH3 yang stabil. • Final Pond Berfungsi sebagai penampungan sementara limbah yang telah diolah, dan untuk menguji apakah baku mutunya sesuai dengan peraturan pemerintah pusat dan atau daerah, sebelum dikeluarkan dari sistem pengolahan air limbah. Pengelolaan limbah cair dengan teknologi aplikasi lahan Pemanfaatan limbah cair PKS dengan teknologi aplikasi lahan dilakukan dengan cara mengalirkan limbah yang berasal dari kolam penanganan limbah cair ke parit-parit yang ada di perkebunan kelapa sawit. Pemanfaatan limbah cair PKS menjadi pupuk dikarenakan 41 komposisi limbah cair yang masih banyak mengandung unsur-unsur hara yang tinggi. Proses pengolahan limbah cair pabrik kelapa sawit sebelum dialirkan ke lahan-lahan flat bed perkebunan sama dengan teknologi sistem kolam hingga pada proses pengendapan di kolam anaerobik. Penanganan ini dilakukan bertujuan untuk menurunkan nilai parameter limbah cair seperti BOD < 5000 ppm dan COD < 10000 ppm sehingga lahan dapat menyerap limbah tersebut sebagai pupuk cair organik. Gambar 4 berikut ini adalah yang menunjukkan teknologi yang menggunakan aplikasi lahan PTPN IV, 2004. Gambar 4. Teknologi aplikasi lahan PTPN IV, 2004 Pengelolaan limbah padat dengan teknologi mulsa Penanganan limbah padat berupa tandan kosong sawit dengan menggunakan tekologi mulsa merupakan teknologi penanganan yang paling mudah dan murah diantara sistem penanganan limbah padat lainnya. Proses teknologi mulsa hanya dilakukan dengan meletakkan dan mengatur tandan kosong sawit pada bagian-bagian dari lahan perkebunan sebagai pupuk organik. Penyebaran TKS harus sesuai dengan prosedur 42 agar tidak memicu pembususkan pada tanaman kelapa sawit PPKS, 2000. Selain pemanfaatan nilai haranya, dengan teknologi mulsa juga dapat diperoleh keuntungan sebagai berikut. • Perbaikan struktur tanah oleh mikroorganisme pada pelapukan tandan buah sawit • Pengurangan erosi tanah karena pembentukan lapisan pelindung • Perbaikan penahanan air dan pengurangan penguapan oleh lapisan yang terbentuk. Ada beberapa kerugian pemanfaatan mulsa sebagai pengganti pupuk anorganik, yaitu dapat terjadinya pembentukan jamur karena masih memiliki nilai hara yang tinggi sehingga menimbulkan pencemaran bau pada areal perkebunan. Kontrol yang kurang terhadap nilai-nilai parameter juga dapat memicu proses anaerob yang menyebabkan kematian tanaman kelapa sawit. Pengelolaan limbah cair dan limbah padat TKS dengan teknologi pengomposan Teknologi pembuatan kompos Gambar 5 pada pabrik kelapa sawit terdiri dari 5 tahapan proses, yaitu PTPN IV, 2003 i Pencacahan Tandan Kosong Sawit Pencacahan dilakukan untuk mengecilkan ukuran tandan kosong sawit sehingga bidang kontak proses dapat menjadi lebih besar dan proses pengomposan dapat berjalan dengan baik. ii Pembuatan Tumpukan Pembuatan tumpukan dimaksudkan agar bahan pembuatan dapat ditangani dengan mudah dan bahan tidak bercecer ke mana-mana. Pembuatan tumpukan umunya memiliki lebar 3 meter dan tinggi mencapai 1,2 meter, sedangkan panjangnya tergantung ketersediaan lahan dan produksi kompos. iii Pembalikan Pembalikan dilakukan agar seluruh bagian tumpukan memperoleh aerasi yang cukup sehingga pengomposan dapat berjalan dengan baik. 43 Pembalikan dilakukan 3 – 5 kali dalam seminggu. iv Penyiraman Limbah Cair PKS Penyiraman dengan menggunakan limbah cair PKS bertujuan untuk menambah unsur hara dalam produk pengomposan. Penyiraman dilakukan 3 - 5 kali seminggu. v Pengeringan/Penjemuran Pengeringan dilakukan dengan cara penjemuran dimaksudkan untuk mengurangi kadar air pada produk kompos yang diproduksi. Beberapa keuntungan penggunaan teknologi kompos, yaitu proses terjadi secara aerobik, tanpa penambahan mikroorganisme, waktu pengomposan 6-8 minggu, mutu produk tinggi dan homogen, resiko kegagalan kecil, memanfaatkan limbah cair, dan kebutuhan tenaga kerja rendah. Gambar 5. Teknologi Pengomposan PPKS, 2000

inproceedings{Rantawi2014PengaruhVL, title={Pengaruh Volume Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) Terhadap Total Suspended Solid (TSS) dan Hubungannya dengan Efektifitas Penggunaan Kolam Limbah di Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit}, author={Azhar Basyir Rantawi}, year={2014} } Azhar Basyir Rantawi; Published 1 May 2014

Pabrik-pabrik kelapa sawit di Indonesia pada umumnya menerapkan sistem berbasis kolam untuk mengolah limbah cair yang dihasilkannya. Ini merupakan metode sistem tradisional yang bertujuan untuk menekan tingkat BOD sehingga mencapai baku mutu yang sudah ditetapkan sebelum limbah cair tersebut dialirkan/dibuang ke sungai. Prinsipnya adalah air limbah yang diterima akan langsung didinginkan menggunakan kolam atau menara pendingin. Rata-rata setiap pabrik kelapa sawit memiliki 20-30 kolam pengolahan limbah. Awalnya limbah akan mengalir ke kolam anaerobik lalu dilanjutkan menuju ke kolam aerobik. Ada pula pabrik yang mengarahkan limbah dari kolam anaerobik langsung ke kolam facultative. Beberapa pabrik juga akan mengolah limbah di dalam kolam anaerobik terlebih dahulu sebelum dialirkan ke kolam aerobik. Dari sini limbah kemudian dibuang ke badan sungai. Limbah cair yang dihasilkan oleh pabrik kelapa sawit sangat berbahaya karena tingkat BOD yang dimilikinya tinggi sekali mencapai mg/lt. Seharusnya baku mutu limbah PKS ini tidak boleh mengandung BOD lebih dari 250 mg/lt sesuai dengan Surat Keputusan Menteri KLH No. Kep. 3/MENKLH/II/91 tanggal 1 Februari 1991. Dibutuhkan biaya investasi yang tinggi untuk membangun instalasi pengolahan limbah sesuai baku mutu tersebut. Limbah cair PKS selama ini memang tidak memiliki nilai tambah. Limbah tersebut dibuang saja ke sungai. Padahal sebenarnya limbah ini bisa dimanfaatkan sebagai pupuk karena memiliki kandungan nutrisi yang tinggi atau bahan bakar sebab mengandung gas methana. Khusus untuk pemanfaatan limbah cair sebagai pupuk, pengolahannya cukup sampai ke tingkat kolam primary anaerobic. Selanjutnya limbah bisa langsung dipakai untuk pupuk kelapa sawit. Pemanfaatan limbah cair menjadi pupuk dikenal dengan sebutan sistem land application. Di sini dibutuhkan proses pengolahan air limbah terlebih dahulu untuk menurunkan tingkat BOD di dalamnya dari mg/lt menjadi mg/lt. Dengan kadar BOD di kisaran ini maka air limbah dinilai sudah tidak mengakibatkan pencemaran lagi ke air tanah. Begitu pula dengan kandungan minyak dan zat padat terlarut di dalamnya sudah ditekan sehingga aman. Terdapat 4 macam teknik sistem land application pada pengolahan limbah cair kelapa sawit antara lain flad bed, furrow, long bed, dan sprinkler. Penggunaan masing-masing sistem ini bisa disesuaikan dengan kondisi lapangan, terutama topografi lahan. Lahan yang kondisinya datar bisa menerapkan sistem long bed atau sprinkler. Sedangkan untuk lahan yang berbukit-bukit sebaiknya mengaplikasikan sistem flat bed atau furrow. Pabrik kelapa sawit yang memiliki kapasitas 60 ton TBS/jam akan menghasilkan limbah sekitar 1200 m3/hari atau m3/tahun. Dengan menerapkan metode flad bed maka limbah ini bisa diaplikasikan menjadi pupuk untuk area perkebunan seluas 360 ha. Sedangkan dengan memakai metode long bed seluas 600 ha dan metode furrow seluas 240 ha. Tidak disarankan menggunakan metode sprinkler sebab kenyataannya pipa sprinkler sering tersumbat kotoran. Biaya pembangunan sistem land application untuk mengolah limbah kelapa sawit tidak jauh berbeda dengan biaya pembuatan kolam-kolam pada sistem tradisional. Tetapi untuk biaya operasionalnya akan memakan biaya yang jauh lebih besar. Walaupun begitu, sistem land application masih memberikan keuntungan berupa pupuk sehingga biaya untuk pembelian pupuk kelap sawit bisa dihemat semaksimal mungkin tanpa mengorbankan produktivitasnya. Selain manfaat berupa pupuk, penerapan sistem land application juga mempunyai manfaat lain seperti Memperbaiki kondisi struktur tanah Memperbaiki tingkat keasaman pH tanah Meningkatkan kapasitas pertukaran ton Meningkatkan pertumbuhan akar Meningkatkan kelembaban tanah Meningkatkan kandungan bahan organik Meningkatkan daya resap air ke dalam tanah Sistem land applicaion mempunyai manfaat yang begitu besar bagi perkebunan kelapa sawit. Namun pada prakteknya diperlukan pengawasan secara ketat supaya manfaat tersebut terus terjaga. Pengawasannya berupa pengolahan limbah di kolam primary anaerobic terlebih dulu untuk menurunkan tingkat BOD dari mg/lt menjadi mg/lt. Volume limbah yang diolah juga harus sesuai dengan rekomendasi. Disarankan untuk memindahkan lokasi pengolahan setiap tahun untuk menjaga manfaatnya.
Pabrikkelapa sawit banyak menggunakan air pengolah dan air umpan boiler yaitu 1500/liter/ton TBS. Sebaiknya letak pabrik ditempat datar untuk kolam-kolam pengendalian air limbah pabrik dan dekat dengan sungai yang deras. d.Letaknya diareal potensi TBS. Penentuan pabrik di areal potensi TBS dapat mengurangi biaya angkut panen.
- Badan Riset dan Inovasi Nasional BRIN bekerja sama dengan perguruan tinggi dan perusahaan mitra meneliti pemanfaatan limbah cair yang dihasilkan oleh pabrik kelapa sawit sebagai sumber energi terbarukan yang ramah lingkungan. Dalam penelitian itu, Pusat Riset Teknologi Industri Proses dan Manufaktur serta Organisasi Riset Energi dan Manufaktur BRIN menggandeng Institut Teknologi Bandung, PT Perkebunan Nusantara V, Universitas Riau, dan PT Aimtopindo Nuansa akan bekerja sama meneliti pemanfaatan unit demo prototipe pemurnian biogas menjadi biometana di pembangkit listrik tenaga biogas PLTBg Terantam di Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Baca juga Beasiswa SDM Sawit 2023 Dibuka, Kuliah Gratis untuk Peserta se-Indonesia "Kami telah mencapai kesepakatan untuk melakukan riset bersama tentang pemanfaatan Palm Oil Mills Effluent POME," kata Kepala Pusat Riset Teknologi Transportasi BRIN Aam Muharam dalam siaran pers BRIN yang dikutip di Jakarta pada Jumat 9/6/2023. Ia mengatakan, kerja sama riset yang melibatkan perusahaan kelapa sawit, perguruan tinggi, institusi riset dan inovasi, serta swasta tersebut diharapkan menghasilkan inovasi dalam pemanfaatan POME sebagai sumber energi terbarukan. "Tujuan akhir kami adalah menciptakan solusi yang berkelanjutan dan efisien, yang dapat bermanfaat untuk masyarakat Indonesia," sambungnya, sebagaimana dilansir Antara. Baca juga Pertama Kali, Kebun dan Pabrik Kelapa Sawit Sosa Raih Sertifikat ISPOAam menyampaikan bahwa limbah cair yang dihasilkan oleh pabrik kelapa sawit merupakan salah satu sumber potensial yang dapat dimanfaatkan sebagai energi terbarukan. Saat ini proyek teknologi pengembangan biogas dari limbah kelapa sawit yang sudah diterapkan pada skala pilot plant antara lain pengembangan PLTBg kapasitas 1 megawatt MW oleh PT Perkebunan Nusantara V. Selain itu, ada co-firing boiler dengan teknologi CSTR kapasitas rata-rata 150 Nm3/jam serta pemurnian biogas menjadi biometana dengan kemurnian 95 sampai 98 persen dan bioCNG bertekanan 200 bar. Baca juga Perusahaan Kelapa Sawit TSE Group Terapkan SBTi, Dukung Nol Emisi 2060 "Harapannya PLTBg bisa dimanfaatkan lebih luas. Teknologi ini telah diuji coba sebagai bahan bakar kendaraan truk. Teknologi ini sangat dibutuhkan oleh Indonesia," kata Kepala Pusat Riset Teknologi Industri Proses dan Manufaktur BRIN Hens Saputra. Peningkatan pemanfaatan sumber energi baru dan terbarukan merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk menekan emisi karbon dari penggunaan bahan bakar fosil. Pemerintah Indonesia menargetkan pengurangan emisi karbon hingga 31,89 persen dengan kemampuan sendiri dan 43,2 persen dengan dukungan internasional pada 2030. Baca juga Jokowi Dukung Kolaborasi Indonesia-Malaysia Lawan Diskriminasi soal Ekspor Sawit Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
\n \n \n kolam limbah pabrik kelapa sawit
Berkurangnyakeefektifan kolam limbah tersebut dilihat dari sering meluapnya kolam limbah.Pendangkalan tersebut disebabkan karena hasil Total Suspended Solid yang terkandung di limbah cair tersebut. (LCPKS) Terhadap Total Suspended Solid (TSS) dan Hubungannya dengan Efektifitas Penggunaan Kolam Limbah di Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit Azhar
ABSTRAK Pengelolaan limbah cair pabrik kelapa sawit LCPKS umumnya dilakukan dengan cara konvensional dengan menggu-nakan teknologi kolam terbuka. Cara konvensional ini memiliki beberapa kelemahan diantaranya adalah waktu tinggal lebih dari 90 hari. Elektrokoagulasi diketahui dapat menghasilkan koagulan dan gas hidrogen. Jenis elektroda yang digunakan adalah logam aluminium, elektrolit yang digunakan adalah limbah Fat pit, limbah anaerobik, air keluaran reaktor biogas. Parameter yang diamati adalah COD, TSS dan TS gas hidrogen yang dihasilkan. Dengan pemberian tegangan listrik sebesar 2, 3 dan 4 volt dan masa penahanan 8 jam. Dari penelitian yang dilakukan, penurunan maksimum nilai COD didapati sebesar 76,9%; 87,5% dan 81,18% untuk limbah fat pit, limbah kolam anaerobik dan limbah keluaran biogas. Penurunan TS sebesar 84,84% untuk limbah fat pit, 84,84% limbah kolam anaerobik, 82,89% limbah keluaran biogas. Gas hidrogen yang dihasilkan untuk masing-masing limbah fat pit, limbah kolam anaerobik dan limbah keluaran biogas sebesar 7,3 gram, 8,6 gram dan 4,04 gram. Berdasarkan hasil penelitan, elektrokoagulasi dapat digunakan untuk pengolahan LCPKS dan juga dapat menghasilkan gas hidrogen sebagai energi. Figures - uploaded by Muhammad Ansori NasutionAuthor contentAll figure content in this area was uploaded by Muhammad Ansori NasutionContent may be subject to copyright. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free EN-56 0643 Muhammad Ansori NasutionPENGOLAHAN LCPKS KELUARAN FAT PIT, KOLAM ANAEROBIK DANREAKTOR BIOGAS DENGAN ELEKTROKOAGULASIMuhammad Ansori NasutionPusat Penelitian Kelapa SawitJl. Brigjend Katamso 51, Medan 20158e-mail ansoricca Tel 061 7862477Disajikan 29-30 Nop 2012ABSTRAKPengelolaan limbah cair pabrik kelapa sawit LCPKS umumnya dilakukan dengan cara konvensional dengan menggu-nakan teknologi kolam terbuka. Cara konvensional ini memiliki beberapa kelemahan diantaranya adalah waktu tinggal lebihdari 90 hari. Elektrokoagulasi diketahui dapat menghasilkan koagulan dan gas hidrogen. Jenis elektroda yang digunakan adalahlogam aluminium, elektrolit yang digunakan adalah limbah Fat pit, limbah anaerobik, air keluaran reaktor biogas. Parameteryang diamati adalah COD, TSS dan TS gas hidrogen yang dihasilkan. Dengan pemberian tegangan listrik sebesar 2, 3 dan 4volt dan masa penahanan 8 jam. Dari penelitian yang dilakukan, penurunan maksimum nilai COD didapati sebesar 76,9%;87,5% dan 81,18% untuk limbah fat pit, limbah kolam anaerobik dan limbah keluaran biogas. Penurunan TS sebesar 84,84%untuk limbah fat pit, 84,84% limbah kolam anaerobik, 82,89% limbah keluaran biogas. Gas hidrogen yang dihasilkan untukmasing-masing limbah fat pit, limbah kolam anaerobik dan limbah keluaran biogas sebesar 7,3 gram, 8,6 gram dan 4,04 hasil penelitan, elektrokoagulasi dapat digunakan untuk pengolahan LCPKS dan juga dapat menghasilkan gashidrogen sebagai Kunci Limbah cair kelapa sawit, elektrokoagulasi, COD dan gas PENDAHULUANPerkembangan industri yang sangat pesat se-cara universal, di samping menghasilkan produkyang mempengaruhi perekonomian global juga meng-hasilkan produk samping yang mempengaruhi kese-imbangan lingkungan. Tidak terkecuali untuk pengo-lahan kelapa sawit. Walaupun limbah pengolahan ke-lapa sawit secara essensial tidak dalam kategori limbahberacun tetapi jika limbah tersebut jika dibuang lang-sung akan mempengaruhi badan air yang menampunglimbah elektrokoagulasi pada prinsipnyaberdasarkan pada proses sel elektrolisis. Sel elek-trolisis merupakan suatu alat yang dapat mengubahenergi listrik DC direct current untuk menghasilkanreaksi elektrodik. Setiap sel elektrolisis mempunyaidua elektroda, katoda dan anoda.[18] Jenis elektrodayang digunakan pada penelitian ini adalah elektrodaAluminium yang berperan sebagai sumber ion Al+3di anoda dan berfungis sebagai koagulan dalamproses koagulasi-flokulasi yang terjadi di dalam seltersebut.[15] Sedangkan di katoda terjadi reaksi ka-todik dengan membentuk gelembung-gelembung gashidrogen yang berfungsi untuk menaikan flok-floktersuspensi yang tidak dapat mengendap di dalamsel.[9, 10]A. Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit LCPKSPengelolaan LCPKS pada saat ini didominasi olehpengelolaan dengan menggunakan teknologi kolamlimbah terbuka. Pengelolaan ini menggunakan ko-lam anaerobik, kolam fakultatif dan kolam aerobik.[23]Teknologi ini diketahui mengeluarkan biaya yang be-sar untuk perawatan dan juga dalam prosesnya meng-hasilkan gas metan sebagai gas rumah kaca yangdilepaskan bebas ke atmosfir.[22] Teknologi lain yangdikembangkan seperti kombinasi kolam limbah denganaplikasi LCPKS pada kebun kelapa sawit land ap-plication.[17, 23] Teknologi yang juga sudah berkem-bang adalah aplikasi LCPKS sebagai penyiram tandankosong pada proses pengomposan tandan kosong ke-lapa adalah air limbah yang dikeluarkan olehpabrik kelapa sawit PKS yang umumnya terdiri darikondensat rebusan, buangan hydrocyclone dansepara-Prosiding InSINas 2012 0643 Muhammad Ansori Nasution EN-57tor sludge. Sekitar m3LCPKS dihasilkan setiapton CPO yang dihasilkan. LCPKS kaya akan senyawakarbon organik dengan kandungan chemical oxygendemand COD lebih dari 40 g/L dan kandungan nitro-gen sekitar and g/L sebagai ammonia nitrogendan total nitrogen. Selain itu, LCPKS adalah senyawakoloid dengan kandungan air sebesar 95-96%, minyaksebesar dan total solid 4-5% termasuk 2-4%suspended solids.[2] Tabel 1 menunjukkan karakteristikLCPKS.[21, 24]LCPKS yang diolah dengan mengunakan teknologikolam limbah akan menghasilkan gas metan pada ko-lam anaerobik. LCPKS yang diolah seperti ini memer-lukan areal yang luas dan biaya yang tinggi untukpemeliharaan.[8] LCPKS dengan metode kolam limbahkonvensional seperti ini memerlukan waktu tinggal se-kitar 90 hari hingga limbah dapat dikeluarkan ke badanair.[22]B. ElektrokoagulasiPenggunaan arus listrik untuk pengolahan limbahtelah dikenalkan pertama kali di Inggris pada tahun1889.[7] Elektrokoagulasi dengan menggunakan alu-minium dan besi sebagai elektroda telah dipatenkandi Amerika Serikat pada tahun 1909. Elektrokoagulasijuga telah diketahui dapat digunakan dalam proses pe-ngolahan limbah, seperti limbah tekstil, limbah minyakbumi, rumah tangga, tar sand & oil shale, sisa pen-cucian ambal, limbah chemical fiber, oil-water emul-sion, oily wastewater clay suspension, nitrite, dan sisazat warna.[7, 13] Elektrokoagulasi limbah pabrik kelapasawit belum banyak yang melakukan elektrokoagulasi pada prinsipnyaberdasarkan pada proses sel elektrolisis. Sel elek-trolisis merupakan suatu alat yang dapat mengubahenergi listrik DC direct current untuk menghasilkanreaksi elektrolik. Setiap sel elektrolisis mempunyai duaelektroda, katoda dan anoda. Anoda berfungsi sebagaikoagulan dalam proses koagulasi-flokulasi yang terjadidi dalam sel tersebut. Sedangkan di katoda terjadireaksi katodik dengan membentuk gelembung - gelem-bung gas hidrogen yang berfungsi untuk menaikkanflok-flok tersuspensi yang tidak dapat mengendap didalam sel.[19] Reaksi yang terjadi pada sel elektrodadengan anoda dan katoda yang digunakan aluminiumadalahAnodaAl →Al+3 + 3e6Proses anodik mengakibatkan terlarutnya logam alu-minium menjadi molekul ion Al+3. Ion yang terbentukini, di dalam larutan akan mengalami reaksi hidrolisis,menghasilkan padatan AlOH yang tidak da-pat larut lagi dalam + 3H2O→AlOH 7AlOH yang terbentuk dalam larutan da-pat berfungsi sebagai koagulan untuk proses koagulasi-flokulasi yang terjadi pada proses selanjutnya di dalamsel elektrokoagulasi. Setelah proses koagulasi-flokulasiini selesai maka kontaminan-kontaminan yang be-rada dalam air buangan dapat terpresipitasi dengansendirinya.[4, 19]Katoda2H2O+ 2e→H2+ 2OH−8AtauO2+ 2H2O+ 4e→4OH−9Reaksi sel merupakan hasil reaksi dari proses anodikdan katodik yang terjadi secara serentak, laju mol eqi-valen yang sama pada masing-masing elektroda. Hasilreaksi sel yang terjadi sangat bervariasi. Dapat berupabahan-bahan yang terlarut dan ion-ion terlarut sepetiAl+3 dan OH−atau berupa bahan padatan yang tidakdapat larut seperti Al2O3, AlOH3, dan pembentukanH2.[9, 11, 16] Berlangsungnya proses reaksi elektrodikmengakibatkan terjadinya perubahan komposisi elek-trolit terutama kenaikan pH karena adanya pelepasanOH−dan gas H2pada reaksi katodik. Besar ataukecilnya pengaruh-pengaruh tersebut tergantung padarapat arus katoda dan jumlah Al+3 yang terhidroli-sis.[1] Adanya kenaikan pH karena reaksi katodik padapermukaan katoda akan mengakibatkan logam Alu-minium terlapisi oleh suatu lapisan hidroksida yangmengendap pasivitas.Teknologi elektrokoagulasi merupakan bagian dariilmu elektrolisa. Elektrolisa diketahui telah sejak lamadikenal dalam ilmu kimia maupun fisika. Elektrokoag-ulasi berkembang pada tahun 1980-an walaupun paten-nya sendiri pertama kali diperkenalkan di Englandpada tahun 1956.[14] Belakangan ini, teknologi ini men-jadi perhatian kembali karena selain untuk pengelolaanair limbah, elektrokoagulasi juga dapat di gunakan se-bagai penghasil energi melalui terbentuknya gas METODOLOGIA. Bahan dan AlatSel elektrokoagulasi dioperasikan dengan menggu-nakan penyearah arus, power supply dengan rentangarus listrik 0-60 ampere dan tegangan listrik 0-15 volt,ampere meter digital dengan rentang arus listrik 0-20ampere dan voltmeter digital dengan rentang tegan-gan listrik 0-300 volt DC. Pengaruh tegangan listrikterhadap penurunan COD dan beberapa parameterlain diobservasi dalam waktu reaksi selama 1 hingga8 jam di dalam reaktor. Volume reaktor yang di-gunakan adalah 70 liter. Lembaran aluminium yangtelah dipotong sesuai dengan ukuran, dihubungkan de-ngan power supply PS. Setengahnya dengan kutubProsiding InSINas 2012 EN-58 0643 Muhammad Ansori NasutionTABE L 1 Karakteristik LCPKS[21]Parameter Konsentrasi mg/L Unsur Konsentrasi mg/LLemak dan minyak Potassium oxygen demand Magnesium 615Chemical oxygen demand Kalcium 439Total solid Phosphor 180Suspended solids Besi 46,5Total volatile solids Boron 7,6Nitrogen Total 750 Zinc 2,3Ammonicals nitrogen 35 Mangan 2,0Tembaga 0,89positip PS, bertindak sebagai katoda, dan setengahnyalagi dihubungkan dengan kutub negatip PS, selanjut-nya berindak sebagai Anoda GAM BA R 1. Rangkaianyang digunakan merupakan rangkaian paralel. Berataluminium telah ditimbang sebelum dan setelah pro-ses. Pelat aluminium yang digunakan adalah pelatyang umum di pasaran dengan kandungan Al sebesar95∼99%. Tebal pelat yang digunakan sebesar 3 larutan elektrolit yang digunakan adalahLCPKS. LCPKS diambil dari fat pit dengan kandunganCOD sekitar mg/l, LCPKS diambil dari PKSAdolina Perkebunan Nusantara 1 Skema pengolahan sel elektrokoagulasiB. Pengoperasian SelSebelum pengoperasian proses elektrokoagulasi, se-mua bahan dan alat yang digunakan harus dalamkeadaan baik, bagi menjamin tidak ada masalah padaproses yang akan dilakukan. Perhatian juga dilebihkankepada elektroda dan kabel yang merupakan salah satufaktor penting dalam arus listrik, karena dapat menu-runkan besar arus listrik apabila sambungan kedua-duanya tidak dalam keadaan baik. Pengoperasian dim-ulai dengan memasukkan cairan pada reaktor. Sete-lah itu elektroda dipasang ke dalam reaktor denganmenyambungkan kabel kepada setiap listrik yang digunakan berasal dari listrik ACyang dirubah menjadi arus DC menggunakan DCpower supply dan rectifier sehingga memudahkandalam mengatur tegangan yang akan melewati rangka-ian sel. Dalam waktu tertentu dilakukan analisis sam-ple dalam waktu 8 jam dengan interval 1 jam. Selu-ruh analisis dilakukan sesuai dengan metode elektroda setelah reaksi akan mangalamipasivitas sehingga diperlukan pembersihan pada per-mukaan elektroda dengan menggunakan kertas pasirgrade 400. Penelitian dilakukan dengan variasi tegan-gan 2 hingga 4 HASIL DAN PEMBAHASANA. Hasil VisualHasil visual yaitu pengurangan kekeruhan penggu-naaan elektrokoagulasi pada pengolahan limbah di-tunjukkan pada GAM BA R 2. Limbah fat-pit yang di-gunakan sebagai elektrolit pada penelitian ini menga-lami perubahan warna dari coklat kekuningan menjadiberwarna putih jernih. Sedangkan limbah keluaran ko-lam anaerobik mengalami perubahan warna dari padahitam menjadi warna putih jernih. Perubahan warnayang terjadi karena pengotor telah dihilangkan dalamproses elektrokoagulasi. Pengotor ini yang menjadipenyebab adanya warna hitam dan coklat pada tersebut hilang dua cara, yaitu pengotor yanglebih beratkan terbawa ke dasar reaktor proses koagu-lasi dan pengotor lebih ringan akan mengapung keatasreaktor proses pengapungan.B. Perubahan pHPerubahan pH dalam penelitian ini ditunjukan padaGAMBAR 3menunjukkan perubahan pH limbah yangterjadi sewaktu proses dijalankan. Gambar tersebut me-nunjukkan kenaikan pH yang terjadi pada tegangantegangan 2 volt, 3 volt dan 4 volt. Berdasarkan GAM-BAR 3, nilai pH ketika penelitian dijalankan mengalamikenaikan sejalan dengan penambahan waktu seluruh jenis limbah yang digunakan menga-lami kenaikan pH. Kenaikan pH ini karena bertambah-nya waktu retensi menyebabkan bertambah banyak ionOH−yang dilepaskan kedalam cairan elektrolit. Ion in-ilah yang akan menaikan nilai pH dalam cairan InSINas 2012 0643 Muhammad Ansori Nasution EN-59GAM BAR 2 Perubahan warna warna yang terjadi, a limbah fatpit, b limbah anaerobik dan c air biogasBerdasarkan GAMBAR 3a, kenaikan pH semakintinggi apabila tegangan semakin tinggi 2 Volt, pH awal bernilai 4,5 meningkat dalam waktu 8 jam, yaitu kenaikan sebesar 3,43%.Untuk tegangan tegangan 3 dan 4 volt, terdapat ke-naikan masing masing 3,55% dan 5,57%. GAMBAR 3b menunjukkan perubahan pH limbah keluaran ko-lam anaerobik. Berdasarkan gambar ini, pada tegan-gan 2 Volt, pH awal bernilai 7,5 meningkat menjadi7,75 dalam waktu 8 jam sehingga terdapat peningkatansebesar 3,23%. Pada tegangan 3 dan 4 volt terdapat ke-naikan sebesar 4,23 % dan 4,9 %. GAMBAR 3c menun-jukkan perubahan pH air biogas. Pada tegangan 2 Volt,pH awal 7,5 naik menjadi 7,69 dalam waktu 8 jam se-hingga terjadi kenaikan sebanyak 2,47%. Pada tegan-gan 3 dan 4 volt terjadi kenaikan sebanyak 6,98% dan8,53%.Kenaikan tegangan listrik pada reactor elektrokoag-ulasi akan membawa kenaikan nilai arus listrik se-hingga akan meningkatkan daya kerja dalam reaktorelektrokoagulasi. Kenaikan pH ini menandakan bahwaadanya reaksi yang terjadi di dalam reaktor teruta-manya di katoda. Dalam proses elektrolisis, katodamenghasilkan ion OH−yang akan menaikkan nilai 3 grafik perubahan pH, a perubahan pH pada limbahfat pit, b limbah anaerobik dan c air biogasKenaikan pH berbanding lurus dengan kenaikan tegan-gan dan penambahan waktu Pengurangan COD Limbah CairSalah satu cara untuk menilai unjuk kerja elektrokag-ulasi adalah dengan mengukur pengurangan keperluanoksigen kimia COD. Pengukuran dilakukan sesuaidengan EPA Method 4104. Limbah yang digunakanadalah limbah Fat-pit, limbah cair keluaran kolamanaerobik dan limbah keluaran biogas. Limbah fat-pitdan limbah keluaran kolam anaerobik memiliki kan-dungan pengotor yang sangat tinggi.[3, 5, 12, 25] Kan-dungan pengotor inilah yang membuat kandunganCOD di dalam limbah semakin tinggi. KandunganCOD limbah Fat-pit yang digunakan sekitar InSINas 2012 EN-60 0643 Muhammad Ansori Nasutionppm sehingga ppm, sedangkan kandungan CODkeluaran kolam anaerobik sekitar sampai BAR 4merupakan grafik penurunan kandunganCOD, Berdasarkan GAMBAR 4dapat dilihat bahwa ni-lai COD sepanjang pengujian dijalankan telah menga-lami pengurangan. Pengurangan COD terjadi sejalandengan bertambahnya waktu retensi. Hal ini karenakoagulan dan gas yang menghilangkan pengotor sema-kin bertambah banyak dengan semakin BAR 4a adalah penurunan COD pada limbahFat-pit, pengurangan COD pada 4 volt adalah pen-gurangan paling besar apabila dibandingkan dengantegangan 2 dan 3 volt. Pengurangan COD pada 4 voltbernilai 76,9% dalam waktu retensi 8 jam. Nilai pen-gurangan COD pada 2 dan 3 volt adalah 56,30% dan76,85% dengan waktu 8 jam. GAMBA R 4b adalahgrafik penurunan COD limbah anaerobik. PenurunanCOD pada 4 volt diperoleh 87,50% dalam waktu retensi8 jam, pada 2 dan 3 volt sebesar 62,39% dan 64,42% de-ngan waktu retensi yang sama. GAMBA R 4c adalahgrafik penurunan COD pada 4 volt adalah penguran-gan paling besar yang terjadi bila dibandingkan dengantegangan 2 dan 3 volt. Pengurangan COD pada 4 voltsebesar 81,18% dalam waktu retensi 8 jam, pada 2 dan3 volt sebesar 74,95 % dan 75 % dengan waktu retensiyang COD semakin besar dengan pening-katan tegangan yang diberikan. Bila dikaitkan de-ngan perubahan pH pada keadaan ini, peningkatan pHterbesar juga terjadi pada tegangan 4 volt. Dari kai-tan ini bermakna kenaikan pH juga membawa pen-gurangan COD semakin meningkat. Nilai teganganyang lebih tinggi akan memberikan arus yang lebih be-sar kepada proses elektrokoagulasi. Dengan tingginyanilai arus akan meningkatkan reaksi dalam reaktorsehingga menghasilkan koagulan yang lebih banyakuntuk melakukan pengendapan pengotor. Pengotorini merupakan penyebab kandungan COD dalam lim-bah. Logam aluminium dalam proses Elektrokoagu-lasi akan membentuk molekul aluminium hidroksida selalu digunakan dalam pengo-lahan limbah dalam bentuk molekul parameter waktu retensi, semakin lamawaktu retensi akan menyebabkan semakin banyakkoagulan dan gas terbentuk. Semakin lama wakturetensi menyebabkan kandungan COD semakin banyakberkurang. Apabila keadaan ini dibiarkan atau prosestetap dilanjutkan dengan waktu retensi yang lebih lamadan beban kandungan COD tetap, koagulan berlebihakan terlihat pada dasar reaktor. Kelebihan koagu-lan merupakan salah satu waktulah dalam proses elek-trokoagulasi sehingga terjadi pemborosan. Kelebihankoagulan ini juga terjadi pada penelitian elektrokoagu-GAMBAR 4 Grafik penurunan CODlasi oleh Matteson et al. 1995.Dalam proses pengurangan kandungan COD ini,faktor yang mempengaruhi adalah koagulan. Koagu-lan berasal dari ion Al3+. Ion ini terjadi sewaktu pro-ses Elektrokoagulasi terjadi. Ion ini akan menjadi alu-minium hidroksida yang membuat pengotor menjadilebih stabil dan mengendap di dasar reaktor. Hasilpengurangan COD pada penelitian ini lebih tinggi daripada hasil yang diperoleh oleh Agustin et al. 2008dalam elektrokoagulasi limbah cair PKS. hanya mem-peroleh nilai pengurangan COD sebesar 30% dalamwaktu retensi selama 6 jam. Selain itu, Ugurlu et al. telahmelaporkan bahwa diperoleh 75% pengurangan CODdengan menggunakan elektrokoagulasi sebagai pengo-lahan limbah pabrik kertas.[1] Perbedaannya, COD airProsiding InSINas 2012 0643 Muhammad Ansori Nasution EN-61sisa pabrik kertas adalah 86 kali lebih rendah dari padalimbah elektrokoagulasi sebagai sistem untuk menu-runkan COD juga dilaporkan peneliti lainnya, denganmenggunakan elektrokoagulasi untuk pengolahan lim-bah tekstil dengan memperoleh 50% pengurangan CODdalam waktu 10 menit waktu retensi.[6]D. Total SolidTotal solid TS adalah jumlah padatan yang terda-pat dalam substrat baik padatan yang terlarut maupunyang tidak terlarut. Nilai total solid limbah awal padapenelitian ini adalah sekitar mg/l untuk minyakfat-pit, mg/ untuk limbah keluaran anaerobikdan 100- 500 untuk limbah BAR 5menunjukkan penurunan kandungan To-tal solid. Berdasarkan GAM BAR 5, terdapat penguran-gan total padatan. Pengurangan total padatan terjadiberbanding lurus dengan pertambahan waktu BAR 5a menunjukkan pengurangan total padatanlimbah fat-pit. pengurangan total padatan tegangan 4volt adalah pengurangan paling besar yang terjadi apa-bila dibandingkan dengan tegangan 2 dan 3 volt. Pen-gurangan total padatan pada 4 volt berjumlah 84,84%dalam waktu retensi 8 jam, pada 2 dan 3 volt sebesar76,44% dan 83,47%. GAMBAR 5b menunjukkan pengu-rangan total padatan yang terjadi pada limbah keluarankolam anaerobik. Pengurangan total padatan pada 4volt diperoleh 75% dalam waktu retensi 8 jam, pada 2dan 3 volt sebesar 60,99 % dan 70,72%. GA MBAR 5cmenunjukkan pengurangan total padatan pada air bio-gas. Pengurangan total padatan pada 4 volt diperoleh82,89% dalam waktu retensi 8 jam, pada 2 dan 3 voltsebesar 67,80% dan 80%.Pengurangan total padatan semakin besar denganpeningkatan tegangan yang diberikan. Bila dikaitkandengan perubahan pH, COD dan TSS pada keadaan ini,peningkatan terbesar juga terjadi pada tegangan 4 Gas Hidrogen DihasilkanUntuk mengetahui gas hidrogen yang dihasilkan di-lakukan dengan pendekatan menggunakan persamaanyang dihasilkan beberapa peneliti bidang elektrolisayang menyatakan bahwa setiap 0,05 gram aluminiumakan menghasilkan gram gas hidrogen.[20] Hasilpenelitian ini juga di laporkan oleh Kulakov dan Ross2007 yang menyatakan bahwa perbandingan antaramassa gas hidrogen dihasilkan dengan massa alu-minium yang larut sebesar 0,11. Kalau diteliti lebih lan-jut, nilai 0,11 ini adalah sama dengan rasio massa an-tara logam aluminium dengan gas hidrogen massa ini sesuai dengan rasio molar pada reaksitotal sel pada elektrokoagulasi. Adapun reaksi total seladalah sebagai berikutGAM BAR 5 Grafik penurunan nilai total padatan limbah Fat-pit2Als + 6H2O+ 2OH−aq →2[AlOH4]−aq + 3H2g 10Berdasarkan persamaan di atas, didapat massa gashidrogen yang dihasilkan pada penelitian ini ditun-jukan pada GAM BA R 6. Berdasarkan gambar ini, terlihatbahwa dengan kenaikan tegangan diberikan pada reak-tor membawa kenaikan terhadap gas hidrogen dihasil-kan. Dengan semakin tinggi tegangan diberikran makasemakin banyak massa logam aluminium yang larut,hal ini membawa makin banyak gas hidrogen dihasil-kan. Gas hidrogen yang dihasilkan maksimum adalah8,6 gram pada elektrokoagulasi limbah gambar di atas, jumlah gas hidrogen di-Prosiding InSINas 2012 EN-62 0643 Muhammad Ansori NasutionGAM BAR 6 Grafik energi dihasilkanhasilkan oleh limbah yang berasal dari kolam anaeroblebih tinggi dibandingkan dengan energi yang diha-silkan limbah yang berasal dari fat pit maupun lim-bah keluaran dari reaktor biogas. Hal ini karena pro-ses elektrolisis pada kondisi asam akan menghasilkangas hidrogen yang lebih besar. Bila dibandingkan diantara ketiga sumber limbah yang diolah, pH limbahkeluaran kolam anaerobik dan fat pit memiliki pH yanghampir sama. pH pada kolam ini adalah sebesar 4∼ pH keduanya hampir sama tetapi energiyang dihasilkan lebih besar pada kolam anaerobik. Halini karena pada kolam anaerobik memiliki lebih sedikitlumpur atau solid. Sehingga dengan banyaknya solidatau lumpur menyebabkan kontak antara elektroda de-ngan elektrolit akan menjadi kurang KESIMPULANBerdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukanpada setiap kolam limbah yang berbeda, menun-jukan bahwa semakin lama waktu retensi dan semakintinggi tegangan listrik yang diberikan pada elektrodaaluminium dalam pengolahan limbah semakin besarpersentasi penurunan terhadap parameter COD, totalpadatan serta peningkatan nilai pH dan gas akan lebih baik jika luas kontak antara elek-troda dengan elektrolit lebih hasil penurunan parameter terkait de-ngan pengolahan limbah, hasil yang didapat padapenelitian ini tidak dapat mendapatkan kandunganCOD di bawah 250 ppm. Oleh karena itu, penggu-naan reaktor elektrokoagulasi ini perlu diintegrasikandengan teknologi lain seperti teknologi pengomposan,kolam aerobik atau dengan teknologi membran. Selaindengan integrasi diatas, memungkinkan juga untuk di-lakukan desain ulang terhadap reaktor sehingga akandidapatkan unjuk kerja yang lebih dibandingkan pengaruh elektrokoagulasi ter-hadap sumber limbah pada penelitian ini, faktor nilaikandungan awal beban awal dari parameter kualitaslimbah sangat berpengaruh terhadap unjuk kerja reak-tor. Pada saat kandungan awal tinggi, unjuk kerja akansemakin rendah. Begitu juga jika pH awal limbah padakondisi asam, persentase penurunan parameter kuali-tas limbah akan semakin PUSTAKA[1] Agustin M B, Sengpracha W P and PhutdhawongW 2008 Electrocoagulation of Palm Oil Mill Ef-fluent International Journal of Environmental Re-search and Public Health53 177-80[2] Ahmad A L, Chong M F and Bhatia S 2009 A com-parative study on the membrane based palm oilmill effluent POME treatment plant Journal ofHazardous Materials 171 166E4[3] Ahmad A L, Ismail S and Bhatia S 2003 Water re-cycling from palm oil mill effluent POME usingmembrane technology Desalination 157 87-95[4] Behbahani M, Moghaddam M R A and Arami M2011 Techno-economical evaluation of fluoride re-moval by electrocoagulation process Optimiza-tion through response surface methodology De-salination271 209-18[5] Bhatia S, Othman Z and Ahmad A L 2007b Pre-treatment of palm oil mill effluent POME usingMoringa oleifera seeds as natural coagulant Jour-nal of Hazardous Materials145 120E[6] Can O T, Kobya M, Demirbas E and Bayramoglu M2006 Treatment of the textile wastewater by com-bined electrocoagulation Chemosphere62 181E[7] Chen G 2004 Electrochemical technologies inwastewater treatment Separation and PurificationTechnology38 11-41[8] Guthrie Plantation and Agriculture Service b 1995Guthrie Palm Oil Mill Executives Course Singa-pore Mc Graw Hill Book-Co[9] Kargi F, Catalkaya E C and Uzuncar S 2011 Hidro-gen Gas Production from Waste Anaerobik Sludgeby Electrohydrolysis Effects of Applied DC Volt-age International Journal of Hidrogen Energy362049-56[10] Kilic M G and Hosten C 2010 A comparative studyof electrocoagulation and coagulation of aqueoussuspensions of kaolinite powders Journal of Haz-ardous Materials176 735-40[11] Kirtay E 2011 Recent advances in production ofhidrogen from biomass Energy Conversion andManagement52 1778E9[12] Lam M K and Lee K T 2011 Renewable and sus-tainable bioenergies production from palm oil milleffluent POME Win-win strategies toward bet-ter environmental protection Biotechnology Ad-vances29 124-41[13] Liu H, Zhao X and Qu J 2010 Electrochemistry forthe Environment, ed C Comninellis and G ChenNew York Springer Science+Business Media pp245-62Prosiding InSINas 2012 0643 Muhammad Ansori Nasution EN-63[14] Matteson, J. M, Dobson R L, Robert W. GlennJ, Kukunoor N S, III W H W and Clayfield E J1995 Electrocoagulation and Separation of Aque-ous Suspensions of Ultrafine Particles, Colloidsand Surface A Physicochemical and EngineeringAspects. Colloids and Surfaces104 101-9[15] Nasution M A, Yaakob Z, Ali E, Tasirin S M andAbdullah S R S 2011 Electrocoagulation of Palm OilMill Effluent as Wastewater Treatment and Hidro-gen Production Using Electrode Aluminum J. Env-iron. 1332-9[16] Niam M F, Othman F, Sohaili J and Fauzia Z2007 Removal of COD and Turbidity to ImproveWastewater Quality Using electrocoagulation tech-nique The Malaysian Journal of Analytical SciencesVol 11, No 1 198-205[17] Pamin K, Siahaan M M and Tobing P L 1996 Pe-manfaatan Limbah Cair PKS pada Perkebunan Ke-lapa Sawit di Indonesia. In Lokakarya NasionalPemanfaatan Limbah Cair cara Land Application,Jakarta[18] Phalakornkule C, Sukkasem P and MutchimsatthaC 2010 Hidrogen recovery from the electrocoagula-tion treatment of dye-containing wastewater Inter-national Journal of Hidrogen Energy 35 10394-943[19] Pletcher D and Walsh F C 1993 Industrial Electro-chemistry Cambridge Blackie Academic and Pro-fesional[20] Siregar Y D I 2010 Produksi Gas Hidrogen DariLimbah Alumunium Valensi2 362-7[21] Sumathi S, Chai S P and Mohamed A R 2008 Uti-lization of oil palm as a source of renewable energyin Malaysia Renewable and Sustainable Energy Re-views12 2404E1[22] Wulfert K, Darnoko, Tobing P L, Yuliasari R andGuritno P 2002 Treatment of POME in AnaerobikFixed Bed Digesters. In International Oil PalmConference,[23] Wulfert K, Gindulis W, Kohler M, Darnoko D, To-bing P L and Yuliasari R 2000 Pengolahan Lim-bah Cair Pabrik Kelapa Sawit Secara Anaerobik. InProsiding Pertemuan Teknis Kelapa Sawit PusatPenelitian Kelapa Sawit.[24] Yacob S, Hassan M A, Shirai Y, Wakisaka M andSubash S 2005 Baseline study of methane emissionfrom open digesting tanks of palm oil mill effluenttreatment Chemosphere59 1575E1[25] Yejian Z, Li Y, Xiangli Q, Lina C, Xiangjun N, Zhi-jian M and Zhenjia Z 2008 Integration of biolog-ical method and membrane technology in treatingpalm oil mill effluent Journal of Environmental Sci-ences20 InSINas 2012 ... Menurut Nasution, 2012, elektroda positif anoda berfungsi sebagai koagulan dalam proses koagulasi yang terjadi di dalam sel tersebut. Reaksi katodik terjadi pada elektroda negatif katoda dengan membentuk gelembung-gelembung gas hidrogen yang berfungsi menaikkan flok-flok tersuspensi yang tidak dapat mengendap di dalam sel. ...Ino Eben Lasroha Haji AbdullahSukmawaty Sukmawaty Diah Ajeng SetiawatiThis study aims to process tofu wastewater by using the electrocoagulation method and determine TSS, TDS, and pH efficiency. The Electrocoagulation system was designed based on an electrocoagulation general standard called batch systems. This study used voltage variations of 10, 20, and 30 volts and exposure time during 60, 120, and 180 minutes. The parameters observed were Total Suspended Solid TSS, Total Dissolved Solid TDS, and acidity pH. This study used fresh tofu wastewater with temperature 40-50oC, with a volume of 2000 ml wastewater in one time of electrocoagulation process. The results showed that the designed electrocoagulation system could reduce TSS concentration until and TDS and increasing pH approaching the neutral value. However, the concentration value of TSS and TDS was still above the quality standard. Initial characteristics of tofu wastewater with pH TSS mg/L, and TDS mg/L after electrocoagulation process gained pH values TSS mg/L, and TDS mg/ EC is becoming a popular process to be used for wastewater treatment. The removal of COD and turbidity from wastewater by EC using iron Fe electrode material was investigated in this paper. Several working parameters, such as pH, current density, and operating time were studied in an attempt to achieve a higher removal capacity. Wastewater sample was made from milk powder with initial COD of 1140 mgL -1 and turbidity of 491 NTU. Current density was varied from to mA cm -2 , and operating time of between 30 and 50 minutes. The results show that the effluent wastewater was very clear and its quality exceeded the direct discharge standard. The removal efficiencies of COD and turbidity were high, being more than 65 % and 95 %. In addition, the experimental results also show that the electrocoagu lation can neutralize pH of wastewater. Abstrak Elektrokoagulasi EC merupakan suatu proses yang populer untuk digunakan pada perawatan air sisa. Penyingkiran COD dan kekeruhan daripada air sisa oleh EC yang menggunakan material elektrod besi Fe telah diselidiki dalam kertas kerja ini. Beberapa parameter, seperti pH, kerapatan arus dan masa perawatan dikaji dalam percubaan untuk mendapatkan kadar penyingkiran lebih tinggi. Air sisa dibuat dari tepung susu dengan nilai awal COD 1140 mgL -1 dan kekeruhan 491 NTU. Kerapatan arus divariasi dari hingga mA cm -2 , dan masa perawatan antara 30 dan 50 minit. Keputusan kajian mendapati bahawa efluen air sisa sangat jernih dan sesuai dengan piawai pelepasan. Efisiensi penyingkiran COD dan kekeruhan adalah tinggi, menjadi lebih dari 65 % dan 95 %. Sebagai tambahan, keputusan kajian juga mendapati bahawa elektrokoagulasi dapat meneutralkan pH air sisa. Introduction The reuse of wastewater has become an absolute necessity. Demands to the cleaning industrial and domestic wastewater to avoid environmental pollution and especially contamination of pure water resources are becoming national and international issues. Innovative, cheap and effective methods of purifying and cleaning wastewater before discharging into any other water systems are needed. Electrocoagulation EC due to some advantages over chemical coagulation is becoming a popular process to be used for wastewater oil mill effluent POME is highly polluting wastewater generated from the palm oil milling process. Palm oil mill effluent was used as an electrolyte without any additive or pretreatment to perform electrocoagulation EC using electricity direct current ranging from 2 to 4 volts in the presence of aluminum electrodes with a reactor volume of 20 L. The production of hydrogen gas, removal of chemical oxygen demand COD, and turbidity as a result of electrocoagulation of POME were determined. The results show that EC can reduce the COD and turbidity of POME by 57 and 62%, respectively, in addition to the 42% hydrogen production. Hydrogen production was also helpful to remove the lighter suspended solids toward the surface. The production of AlOHXHO at the aluminum electrode anode was responsible for the flocculation-coagulation process of suspended solids followed by sedimentation under gravity. The production of hydrogen gas from POME during EC was also compared with hydrogen gas production by electrolysis of tap water at pH 4 and tap water without pH adjustment under the same conditions. The main advantage of this study is to produce hydrogen gas while treating POME with EC to reduce COD and turbidity effectively. Chan PhalakornkulePisut SukkasemChinnarat MutchimsatthaIn this paper, a technique of hydrogen recovery from an electrocoagulation process treating dye-containing wastewater is presented. The electrocoagulation system used consists of a continuous-mode electrocoagulator connected with a gas separation tank and two sedimenters. It is shown that a significant amount of hydrogen can be harvested using the gas separation tank whose configuration follows that of a conventional upflow anaerobic sludge bed. The experimental hydrogen yields obtained were comparable with those calculated from theory. The electrical energy demand of the electrocoagulation process for treating Reactive Blue 140 and Direct Red 23 was and respectively, while the energy yield of harvested hydrogen was The quality of water treated by the electrocoagulation system was satisfactory, the color, COD and TS removal were 99%, 93% and 89%, J. MattesonRegina L. DobsonRobert W. GlennEric J. ClayfieldConventional methods for the removal of suspended ultrafine particulates in industrial effluents and wastewater treatment frequently involve the bulk addition of inorganic coagulants aluminum or ferric salts. This electrolytic dosing is followed by sedimentation to obtain a clarified supernatant liquid. The increased size of the coagulated material facilitates subsequent solid-liquid separation processes such as alternative separation treatment for ultrafine particles is electrocoagulation, which involves the in situ formation of ions by electrolysis. This generation of ions is succeeded by the electrophoretic concentration of the particulates in the immediate region surrounding the electrode. The addition of the electrochemically generated reagent can be controlled by adjusting the supplied power, thereby enabling optimization of the effective performance of the electrocoagulation technique was evaluated with kaolinite suspensions, using a batch, stirred cell system, and a continuously flowing suspension through a series of stirred cells. Particular attention was focused on determining the rate constants for the kinetics of the particulate coagulation process. The parameters examined were electrode voltage, residence time, particle concentration, and suspension flow rate. The results showed that the electrocoagulation rate follows a second order relationship, accounting for the electrophoretic movement of the particles toward the is currently the world's largest producer and exporter of palm oil. Malaysia produces about 47% of the world's supply of palm oil. Malaysia also accounts the highest percentage of global vegetable oils and fats trade in year 2005. Besides producing oils and fats, at present there is a continuous increasing interest concerning oil palm renewable energy. One of the major attentions is bio-diesel from palm oil. Bio-diesel implementation in Malaysia is important because of environmental protection and energy supply security reasons. This palm oil bio-diesel is biodegradable, non-toxic, and has significantly fewer emissions than petroleum-based diesel petro-diesel when burned. In addition to this oil, palm is also a well-known plant for its other sources of renewable energy, for example huge quantities of biomass by-products are developed to produce value added products such as methane gas, bio-plastic, organic acids, bio-compost, ply-wood, activated carbon, and animal feedstock. Even waste effluent; palm oil mill effluent POME has been converted to produce energy. Oil palm has created many opportunities and social benefits for the locals. In the above perspective, the objective of the present work is to give a concise and up-to-date picture of the present status of oil palm industry enhancing sustainable and renewable energy. This work also aims to identify the prospects of Malaysian oil palm industry towards utilization of oil palm as a source of renewable release of greenhouse gases, especially CO2 and CH4 has been recognized as one of the main causes of global warming. Several measures under the Kyoto Protocol 1997 have been drawn up to reduce the greenhouse gases emission. One of the measures is Clean Development Mechanisms CDM that was created to enable developed countries to cooperate with developing countries in emission reduction activities. In Malaysia, palm oil industry particularly from palm oil mill effluent POME anaerobic treatment has been identified as an important source of CH4. However, there is no study to quantify the actual CH4 emission from the commercial scale wastewater treatment facility. Hence, this paper shall address the CH4 emission from the open digesting tanks in Felda Serting Hilir Palm Oil Mill. CH4 emission pattern was recorded for 52 weeks from 3600 m3 open digesting tanks. The findings indicated that the CH4 content was between and which was lower than the value of 65% reported earlier. The biogas flow rate ranged between min-1m-2 and min-1m-2. Total CH4 emission per open digesting tank was kgday-1. Relationships between CH4 emission and total carbon removal and POME discharged were also discussed. Fluctuation of biogas production was observed throughout the studies as a result of seasonal oil palm cropping, mill activities, variation of POME quality and quantity discharged from the mill. Thus only through long-term field measurement CH4 emission can be accurately oil industry is the most important agro-industry in Malaysia, but its by-product-palm oil mill effluent POME, posed a great threat to water environment. In the past decades, several treatment and disposal methods have been proposed and investigated to solve this problem. A two-stage pilot-scale plant was designed and constructed for POME treatment. Anaerobic digestion and aerobic biodegradation constituted the first biological stage, while ultrafiltration UF and reverse osmosis RO membrane units were combined as the second membrane separation stage. In the anaerobic expanded granular sludge bed EGSB reactor, about 43% organic matter in POME was converted into biogas, and COD reduction efficiency reached 93% and 22% in EGSB and the following aerobic reactor, respectively. With the treatment in the first biological stage, suspended solids and oil also decreased to a low degree. All these alleviated the membrane fouling and prolonged the membrane life. In the membrane process unit, almost all the suspended solids were captured by UF membranes, while RO membrane excluded most of the dissolved solids or inorganic salts from RO permeate. After the whole treatment processes, organic matter in POME expressed by BOD and COD was removed almost thoroughly. Suspended solids and color were not detectable in RO permeate any more, and mineral elements only existed in trace amount except for K and Na. The high-quality effluent was crystal clear and could be used as the boiler feed Limbah Cair PKS pada Perkebunan Kelapa Sawit di IndonesiaK PaminM SiahaanP L TobingPamin K, Siahaan M M and Tobing P L 1996 Pemanfaatan Limbah Cair PKS pada Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia. In Lokakarya Nasional Pemanfaatan Limbah Cair cara Land Application, JakartaIndustrial Electrochemistry Cambridge Blackie Academic and ProfesionalD PletcherF C WalshPletcher D and Walsh F C 1993 Industrial Electrochemistry Cambridge Blackie Academic and ProfesionalTreatment of POME in Anaerobik Fixed Bed DigestersK WulfertDarnokoP L TobingYuliasari R GuritnoWulfert K, Darnoko, Tobing P L, Yuliasari R and Guritno P 2002 Treatment of POME in Anaerobik Fixed Bed Digesters. In International Oil Palm Conference, minyakkelapa sawit di Indonesia. Teknik pengolahan limbah cair pabrik kelapa sawit dengan menggunakan kolam anaerobik kurang efisien karena membutuhkan lahan yang luas selain itu limbah cair pabrik kelapa sawit menimbulkan efek gas rumah kaca akibat dari gas karbon dioksida (CO 2) yang dihasilkan.
Асիպυнοճը жΧуթювυрсы суዱуኟу жаνመ
Яሩе нтайΟрኡπօςуբе ቬէшይкла
Θ ኤшоΣиκ իրθ гуցеչ
Եհабево аτощоσавጽ ጎሾдрεዉωζУцեдሗբεዢա ኒቦсու
29.1 Deskripsi Proses Pembuatan Biohidrogen dari fermentasi limbah cair pabrik kelapa sawit Berdasarkan kajian literatur yang telah dipaparkan sebelumnya, berikut ini dijelaskan deskripsi proses atau rancangan pembuatan biohidrogen dari fermentasi limbah cair pabrik kelapa sawit. PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA BERACUN (B3) DI. pembuangan
\n \n \nkolam limbah pabrik kelapa sawit
Haltersebut disebabkan oleh bobot limbah pabrik kelapa sawit (PKS) yang harus dibuang semakin bertambah. Limbah yang dihasilkan dari 2. berdasarkan periode 2007 Jumlah dan kapasitas kolam-kolam penampungan limbah cair tahunan terendah yaitu 2 048 mm dan tertinggi 2 3. Jumlah dan distribusi limbah cair yang diaplikasikan di lahan 24.1 Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit . Limbah cair juga dihasilkan pada proses pengolahan kelapa sawit. Limbah ini berasal dari kondensat, stasiun klarifikasi, dan dari hidrosilikon. Proses pengolahan limbah dengan sistem kolam pengendalian limbah mempunyai beberapa tahapan proses pengolahan yaitu sebagai berikut : a. Kolam Pendinginan Masingmasing IPAL dari setiap pabrik kelapa sawit mempunyai kolam-kolam yang memiliki kedalaman, luas dan volume yang berbeda-beda. Dengan demikian waktu tinggal atau WPH (Waktu Penahanan Hidrolysis)-nya juga berbeda-beda. Luas kolam yang terkecil adalah 6.800 m2, sedangkan yang terbesar adalah 42.500 m2. SAMPIT- Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Kotawaringin Timur merekomendasikan pihak perusahaan besar swasta (PBS) khususnya perusahaan pengelola kelapa sawit, di Kecamatan Mentaya Hilir Utara (MHU) agar dalam melakukan pembersihan kolam instalasi limbah, paling lambat 90 hari kalender. Hal itu diminta sesuai terjadinya dugaan pencemaran limbah yang mengalir disepanjang Sungai Sampit
Limbahwarna hitam dari pabrik kelapa sawit milik PT MPA. Limbah mengalir ke sungai dan saluran irigasi akibat limbah meluber dari dalam kolam. Alpian mengatakan dirinya datang karena ada aspirasi dari masyarakat terkait dugaan pencemaran lingkungan. "Saya datang tidak untuk mencari kesalahan dari PT MPA. Saya datang untuk pastikan kondisi
Tujuandari penelitian ini adalah: 1) menganalisis pengaruh pemberian POME dari 4 jenis kolam pengolahan limbah cair pabrik kelapa sawit terhadap pertumbuhan semai di persemaian dan, 2) menganalisis pengaruh pemberianan POME dari 1 jenis kolam yang menghasilkan pertumbuhan terbaik pada tanaman semai sebelumnya terhadap pertumbuhan tanaman kayu
Padaumumnya, limbah cair pabrik kelapa sawit ini dapat diubah menjadi pupuk kompos yang bermutu bagus dengan serangkaian metode yang harus dilewati. Pertama, limbah cair memasuki kolam pemanasan (fat pit) untuk memisahkan minyak yang mungkin masih ada. Kedua, limbah dialirkan ke kolam pendinginan (cooling pond) sehingga kandungan sludge-nya
Hasilpemeriksaan laboratorium air limbah pabrik kelapa sawit PT. X menunjukkan bahwa parameter fisik (TSS) yaitu 875 mg/L dan parameter kimia BOD yaitu 227,2 mg/L serta COD yaitu 710,0 mg/L berada di atas baku mutu air limbah dan pada parameter kimia pH yaitu 8,19, minyak dan lemak yaitu 5,75 dengan keadaan netral pada baku mutu air limbah
Secarakonvensional pengolahan limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) dilakukan dengan sistem kolam yang terdiri dari kolam anaerobik dan aerobik dengan total waktu retensi sekitar 90-120 hari (Wulfert et al., 2000). Keuntungan dari cara ini antara lain adalah: • Sederhana • Biaya investasi untuk peralatan rendah • Kebutuhan energi rendah
Menyatakandengan sesungguhnya bahwa karya ilmiah yang berjudul "Analisis Perbedaan Penurunan Kadar BOD Dan COD pada Limbah Cair Industri Tahu Menggunakan Zeolit (Studi di Pabrik Tahu di Desa Kraton Kecamatan Kencong Kabupaten Jember)" adalah benar-benar karya sendiri, kecuali kutipan yang sudah saya sebutkan sumbernya, belum pernah diajukan pada instansi manapun, dan bukan karya jiplakan. Jikapabrik bekerja selama 20 jam/hari, maka akan dihasilkan limbah cair sebanyak 400 m3 per hari.Nilai Kalor Limbah Pabrik Kelapa Sawit (diolah dari Sukimin, 2007, Isroi dan Mahajoeno, 2007, Goenadi, 2006, dan Sydgas, 1998). Cangkang : 4105 - 4802 kkal/kg. Serat : 2637 - 4554 kkal/kg. Pabrikkelapa sawit menghasilkan 0,7-1 m3 POME untuk setiap ton tandan buah segar yang diolah. Setelah pengolahan selesai di keempat kolam dan baku mutu terpenuhi, maka limbah cair dapat dialirkan ke sungai atau digunakan sebagai pupuk. Sering berjalan dengan waktu, lumpur di dasar kolam akan meningkat dan menyebabkan terjadinya PengolahanLimbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Kolam Anaerob Sekunder 1 Menjadi Pupuk Organik Melalui Pemberian Zeolit. Seminar Nasional Sains & Teknologi V, 616-628. Pandapotan, C.D. and Marbun, P. (2017). Pemanfaatan Limbah Lumpur Padat (Sludge) Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit Sebagai Alternatif Penyediaan Unsur Hara Di Tanah Ultisol Utilization qCt9.